
Tanggamus, Lampung – Senin (16/6/2025) — Dugaan praktik pungutan liar (pungli) di lingkungan Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Kota Agung, Kabupaten Tanggamus, kembali mencuat. Seorang perempuan berinisial YN, yang merupakan istri salah satu warga binaan, membeberkan sejumlah praktik yang diduga sarat penyimpangan dan telah berlangsung secara sistematis.
Apa yang Terjadi?
YN mengaku selama suaminya ditahan di Rutan Kota Agung, ia harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit demi kenyamanan dan fasilitas yang semestinya menjadi hak dasar warga binaan. Salah satu pungutan yang ia soroti adalah “bulanan HP” sebesar Rp900 ribu.
“Suami saya pegang HP, tapi harus bayar bulanan Rp900 ribu. Yang paling berat waktu dia mau keluar dari ruang isolasi (penaling), kami harus bayar Rp3 juta supaya bisa pindah ke kamar. Kalau tidak, bisa menunggu berbulan-bulan,” ujarnya saat diwawancarai, Sabtu (14/6).
Siapa yang Terlibat?
Lebih lanjut, YN mengungkap bahwa di dalam rutan juga ada pungutan lain yang dikenal dengan sebutan “paculan”, yang menurutnya merupakan biaya tambahan agar warga binaan tetap bisa mengakses HP. Jika tidak membayar, HP akan disita oleh kepala kamar. Dana-dana tersebut, kata YN, kabarnya disetorkan kepada oknum petugas hingga pejabat pengamanan rutan.
Apa Tanggapan Pejabat Rutan?
Saat dikonfirmasi oleh media ini pada hari yang sama, Kepala Pengamanan Rutan (KPR) Kota Agung, Henri, hanya memberikan jawaban singkat terkait dugaan tersebut.
“Saya ikut perintah atasan. Bersih-bersih saya laksanakan,” dan mohon maaf pak saya juga baru dua Minggu mengganti kan KPR yang lama, ucap Henri tanpa menjelaskan lebih lanjut terkait mekanisme atau pengawasan terhadap praktik-praktik yang disebutkan warga binaan maupun keluarganya.
Di Mana dan Kapan Kejadian Ini Terjadi?
Semua dugaan pungli ini disebut terjadi di Rutan Kelas IIB Kota Agung, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, dan telah berlangsung selama warga binaan menjalani masa tahanan di sana, termasuk hingga saat ini.
Mengapa Hal Ini Terjadi?
Diduga kuat lemahnya pengawasan internal dan adanya pembiaran dari oknum pejabat rutan telah membuka celah terjadinya praktik ‘perdagangan fasilitas’ di dalam rutan. Sejumlah narasumber menyebutkan bahwa sistem hierarki di dalam kamar tahanan, termasuk peran kepala kamar, memfasilitasi sistem setoran rutin dengan dalih keamanan dan kenyamanan.
Bagaimana Tindak Lanjut Kasus Ini?
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Rutan Kota Agung maupun pihak Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Lampung belum memberikan klarifikasi resmi. Media ini masih terus berupaya menghubungi pihak terkait untuk memperoleh keterangan lebih lanjut.
Redaksi akan terus memantau perkembangan dan menindaklanjuti dengan informasi terbaru serta tanggapan
resmi dari instansi berwenang.
(*TIM Redaksi*)

